Kamis, 31 Mei 2012

BOUW SU CAY JIEN, SENG SU CAY THIAN


BOUW SU CAY JIEN, SENG SU CAY THIAN
(Manusia punya bisa, Tuhan punya kuasa)

Sinar fajar mulai membuka tokonya
Sin-hoa-cong turun dari lauw-teng
Sungai Kong-hoo mengalir di Pecenongan
Suara Nyi-seng terdengar ipai cepe cepe

Dalam dingin yang begitu meyakinkan di musim semi
Dahan yang-liu bergoyang ditiup angin
Pohon seng-on melambai lambai
Ah.... kapankah hati berjodoh menyaksikannya

Mengantar kepergian orang yang disayang
Seribu lie terasa sedepa
Sepasang walet yang terbang beriringan
Berpencar .. satu ke utara satu ke selatan

Dalam kesedihan yang begitu mendalam
Hidup bagaikan yatim piatu
Cawan rindu kuteguk sendu
Pahit dan getir telah berpadu

Dalam penantian yang entah kapan kan berakhir
Laksaan hati terlewati
Walau gunung Tiang-san tetap menghijau
Tetapi bambu kian menua
Bunga yang sekarang bukan bunga yang dulu

Eng loo jiak



Eng loo jiak adalah putra dari pendekar Li am si di zaman dinasti O-beng (setelah Dinasti Tang sebelum Dinasti Mi-ing). Li am si sendiri adalah salah satu murid Bu pun su So hi bi. Eng loo jiak mendapati ilmu dari ayahnya sendiri yang kemudian belajar langsung dari suhengnya Kiam thaysu di gunung Tiang-san dari aliran Beng kauw di Langgar Tinggi, Pe Ce Nong An

Setelah menginjak-injak Bing thay-kam  dari perguruan Mo yung lan siki, Eng loo jiak mencuci kaki di baskom emas dan meninggalkan dunia kang-ouw menghilang tidak diketahui rimbanya.

Sajak di atas dibuat pada saat beliau sedang tafakur merenungi Tuhan-nya.Perpisahan yang dimaksud bukanlah perpisahan antara dua orang kekasih yang bermesraan, tetapi antara diri jasmani dan rohani, dimana kecintaan dunia yang merupakan kecintaan rohani akan dilepaskan begitu saja karena kerinduannya untuk bertemu dengan sang Kholik.

0 komentar: