Minggu, 10 Juni 2012


ADAT DAN BUDAYA BETAWI

Saya lahir dari keluarga Betawi dan sejak kecil tinggal di lingkungan Betawi yang cukup kental akar kebudayaannya , yakni di Gang Kingkit, Pecenongan, Jakarta Pusat. Saya cukup mengerti dan masih mengingat seperti apa wajah Jakarta dulunya, lengkap dengan trem serta pasar gambirnya.

Jakarta di era tahun 70 an kebawah tidaklah seluas Jakarta sekarang, Jakarta dahulu indentik dengan Batavia, baik dari luas wilayah maupun kebudayaannya. Dengan perkembangan Jakarta sekarang, sebagai anak yang dilahirkan dan dibesarkan di Betawi menurut saya Betawi adalah Batavia dan Jakarta adalah Jakarta sebagai kota Megapolitannya.

Dahulu ada istilah Betawi Tengah dan Betawi Pinggir. Di Betawi Tengah sendiri terdapat beberapa dialek yang berbeda, seperti misalnya di daerah Pecenongan dan Kemayoran dengan Tanah Abang dan Matraman, huruf vocal “e” akan diucapkan berbeda, untuk daerah Pecenongan dan Kemayoran huruf tersebut akan berbunyi “é”, sedangkan di Tanah Abang dan Matraman huruf tersebut berbunyi “ê, selain bahasa Jun dan jee nya.

Untuk Betawi Pinggir, tidak ada perubahan vocal “a” ke vocal “e”, misalnya “kenapa” dibaca “kenapah”, vocal “a” nya bahkan dibaca lebih tandas atau istilah orang Betawi Tengah menyebutnya sebagai “medok”.

Dalam Acara perkawinanpun demikian, tidak semua Betawi menyerahkan Roti Buaya sebagai khas antaran teman mas kawin, umumnya antaran berupa roti buaya menurut seingat saya terbatas hanya untuk wilayah Kemayoran dan sekitarnya. Kalau orang Kemayoran membawa seserahan pasti membawa roti buaya.

Untuk kesenian, yang menjadi Budaya Betawi pada waktu itu adalah Gambang Keromong, Cokek (lebih cenderung kepada Cina peranakan), Samrah, Lenong dan Tanjidor, keroncong dan Musik Irama Melayu (bukan dangdut). Sedangkan tari Topeng, banggreng dan beberapa lainnya lebih dikenal di daerah pinggiran. Rebana Biang lebih banyak dikenal di daerah Rawa Belong.

Di sepanjang kali Ciliwung (Gang Kingkit berbatasan dengan Jl. Ir. H. Juanda/dahulu Nusantara), waktu masih kecil saya masih ingat kadang menyaksikan orang lomba perahu dan menyalakan lampion untuk dihanyutkan di kali, menurut sebahagian orang (kalau gak salah ingat) acara itu disebut Pehcun ada acara Barongsai juga yang kemudian setelah tahun 1966 acara tersebut gak pernah saya lihat lagi, padahal kerinduan akan pesta tersebut masih terasa di hati saya dan meninggalkan kenangan waktu kecil yang indah.

Kebudayaan memang banyak berubah, yang dahulu bukan budaya atau kesenian Betawi, sekarang malah diakui sebagai budaya Betawi, tetapi itu tidak mengapa karena adat istiadat dapat saja berubah.

Yang menjadi kekhawatiran saya adalah pandangan yang salah mengenai masyarakat Betawi, terutama di dalam sopan santun pergaulan, karena di dalam beberapa sinetron, seolah olah pembicaraan sudah mewakili bahwa begitulah percakapan di lingkungan Betawi, nah ini yang rancu menurut saya. Sebahagian orang beranggapan bahwa cukup mengganti vocal “a” dibelakang dengan huruf “é” dan berkata lu dan gue serta aye sudah memenuhi syarat menjadi bahasa Betawi.

Gak gampang bro, anak di Betawi dahulu gak mungkin ngomong ke orang tuanya dengan membahasakan diri “aye”, melainkan dengan menyebut namanya sendiri. Misalnya seorang anak bernama Rodiah mau meminta izin kepada Ibunya untuk pergi mengaji, dia akan berkata, “Nyak, Rodie berangkat ngaji dulu ye”.

Adab berbahasa di Betawi dulu umumnya sebagai berikut:

1.        Kepada kedua orang tua, atau tingkatan tua tidak menggunakan kata “aye” untuk menyebut diri, melainkan menyebut nama.
2.        Kata “aye” atau “saye” digunakan kepada Saudara sendiri atau kerabat yang setingkatan dan dihormati.
3.        Kata Gue dan elu hanya digunakan kepada teman teman yang dekat dan akrab.
4.        Kata Ane dan Ente digunakan karena kurang begitu dekatnya hubungan, atau hubungan itu dekat tetapi menghormati lawan bicaranya.

Sebahagian percakapan betawi di dalam sinetron, apabila disimak malah membuat malu kami anak betawi, karena terlihat begitu noraknya baik bahasa maupun adat istiadatnya. Bahasa yang enak di dengar adalah Sinetron Para Pencari Tuhan, bahasa betawi yang dikeluarkan wajar dan seperti mengalir begitu saja, begitu juga dalam si Doel anak betawi. Hanya dalam si Doel sebenarnya terdapat 3 logat yang berbeda, dalam keluarga si Doel. Bahasa yang digunakan Mandra sebenarnya tidak cocok dipadankan dengan Bahasa yang digunakan oleh Aminah Cendrakasih. Dalam hal ini peran Mandra sebagai adik Aminah Cendrakasih saya nilai kurang cocok.

Saya menulis ini sebenarnya hanya untuk menghilangkan uneg uneg saya mumpung ada kesempatan punya blog, mudah mudahan anda tidak tersinggung dengan sikap saya dan dapat memaafkan kesalahan saya yang Cuma ingin sekedar menyatakan bahwa kami betawi juga punya adat istiadat yang halus, bukan sekedar ber “elu”, “gue” aje.

Wassalam,

9 komentar:

Unknown mengatakan...

ane anak tukang kayu juanda 1B (d/h jl nusantara 1B Jakarta Pusat) disamping bengkel DKA, ane kelahiran th 1957 karena dekat dengan gg kingkit 2, ane kenal om karubun (orang maluku) anaknya roni, carol terus ada si dano, kundang, ujang manta, iping, miswar, warung kelontong si meme, yen pu yang pinter main layangan. tetangga ane ada pak marzuki, asikin, pak jenggot (somi) dll. dibelakang hotel royal ada si jonathan. di jl juanda pada saat saya masih kecil ada toko comemo, pt tato, toko sepatu hana, toko ataka, night club bamboden, cleopatra, di pintu air 2 ada toko kaca sinar.

Unknown mengatakan...

di jalan pintu air 2 juga ada toko rotan, sekolah bethani (sekarang kelihatannya masih ada), dulu ada gita karya. ane juga sering nonton di bioskop satria, bioskop capitol.

Anonim mengatakan...

Bapak ane almarhum adalah salah satu murid dari Mualim Shohibi sekitar tahun 1950an, buku-buku waktu beliau berguru masih ane simpan ada di rumah.

Unknown mengatakan...

pade anonim semuanye,,,nape ma sodare gk pd ngenalin diri. Nih kenalin ane Husni, dari kamp jembatan.Nih no.hp ane:
081317018578
085780913330.

Unknown mengatakan...

saya murid ustad muhammad yusuf dari cikarang,ustad yusuf murid ustad abdul halim,ustad abdul halim murid ustad mualim sohibi,terus terang sampai sekarang belum ketemu yang lebih baik dari apa yang di ajarkan di majlis arrahman ..baik itu persis dan salafiah...majlis arrahman penuh dengan barokah dari allah...kalo ta"at kalo kaga ..langsung di tegur sama allah...saya sain dari pilar cikarang ,sekarang ada di lemahabang..arrahman always.

Unknown mengatakan...

Klo boleh tau name nye siape

Unknown mengatakan...

Ente msh bisa dtg ke masjid Ar Rahman d gg kingkit 9

ojak mengatakan...

Sdh lama gak kesana lagi, sekarang saya gantiin alm ust. Arnadi, membimbing teman2 di pd jaya, ttg pelajaran mualim sohibi. Tks sdh mampir.

Hidupkan obor untuk silaturrahmi mengatakan...

WhatsApp 087788977776 untuk menambah silaturrahmi,Alm.Babeh ane pun pernah mengaji di langgar tinggi